Sejarah Komunitas Katolik Tamil
Pada akhir abad 19, beberapa perusahaan perkebunan Perancis dan Belanda membawa pekerja imigran dari India (Pondichery dan bagian Tamilnadu lainnya) untuk dipekerjakan di perkebunan mereka di daerah Deli Serdang di pinggiran Kota Medan. Di antara orang-orang India itu ada beberapa keluarga katolik.
Sebagai bagian dari pembinaan rohani mereka, perusahaan tersebut telah menyediakan sebuah kapel dimana keluarga katolik dapat bertemu dan menjalankan ibadah mereka dalam bahasa ibu mereka (Tamil) pada hari Minggu. Kunjungan sesekali dari beberapa Imam Katolik dari Pondichery untuk merayakan Misa Kudus di Tamil membuat mereka sangat gembira.
Pada awal berdirinya Gereja Katedral Medan sebagai tempat ibadah pada tahun 1879 di Jl. Pemuda No. 1 (dahulu: Paleisstraat; Jalan Istana) mayoritas umat Katolik adalah etnis India Tamil dan Belanda. Orang Tamil kemudian membangun Gereja Katolik di Jalan Hayam Wuruk di daerah Medan Baru, yang disebut Gereja St. Antonius, dimana dekat ke tempat itu adalah tempat tinggal bagi orang-orang Katolik India Tamil.
Misi Pastor Van Loon
Pastor Johannes (Ferdinandus) Van Loon OFMCap, yang tiba di Medan dari Belanda pada tanggal 20 Agustus 1912 diminta untuk memenuhi kebutuhan rohani Komunitas Tamil oleh Pastor P Camillus Bull OFM Cap dan akhirnya ditunjuk sebagai Pastor Paroki untuk pembinaan Umat Katolik Tamil yang tersebar di perkebunan.
Agar efektif dalam kerasulannya, beliau mulai belajar Bahasa Tamil dan pergi ke Penang untuk memperbaiki bahasa Tamil-nya pada tahun 1913. Setelah menghabiskan beberapa bulan di Penang dia kembali ke Medan pada akhir bulan Juli 1913 dan memberikan hati dan jiwanya untuk membina hidup rohani umat kesayangannya.
Setelah melayani keluarga Katolik Tamil yang tersebar di perkebunan, Pastor Van Loon mendirikan sebuah pusat misi di kota Medan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin keluarga Katolik Tamil dari perkebunan.
Berkat Mgr. Brans dan provincial Kapusin, sebidang tanah dibeli di Petisah antara Jl. Mojopahit dan Sriwijaya. Di tanah inilah keluarga Tamil tinggal dan sebuah kapel untuk menghormati Bunda Maria dan St. Antonius disiapkan. Desa ini kemudian dikenal sebagai Kampong Kristen (Kovil Kambam dalam bahasa Tamil).
Pada bulan Maret 1915, sebuah Sekolah Dasar semi permanen dibangun untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka dan dibuka dengan 52 anak-anak Tamil. Sekolah tersebut juga berfungsi sebagai gereja untuk perayaan liturgi Ekaristi sampai gereja baru (yang merupakan gereja paroki sekarang, yang didedikasikan untuk St. Antonius) dibangun dan diberkati pada hari Minggu tanggal 14 November 1915 dan setelah setahun kemudian sebuah pastoran ditambahkan ke Kompleks gereja pada bulan Oktober 1916.
Karena beliau tidak dapat menangani secara serentak akan peningkatan jumlah umat Katolik India, Pastor Van Loon meminta beberapa suster untuk membantunya dalam mengelola sekolah tersebut. Maka atas permintaan Mgr. Brans, enam suster Belanda dari Kongregasi St. Yosef dari Amersfoot tiba di Medan pada tanggal 28 Januari 1931 untuk membantu Pastor Van Loon dalam pekerjaan misinya.
Keenam suster tersebut adalah Sr. Alexia Beemer, Sr. Modesta Giesbers, Sr. Odulfa Goehart Sr. Anisetha Okkersen, Sr. Anselma Geerts dan Sr. Valeria Wiemen dan mereka bekerja di antara orang India, merawat sekolah dan anak-anak di asrama.
Dari tahun 1930 hingga Perang Dunia II, pusat pewartaan kecil ini berkembang, bersama dengan iman dan pengabdian mereka. Budaya dan tradisi Tamil terwujud dalam perayaan dan misa. Karena popularitas misi tersebut, semakin banyak keluarga dari kelompok etnis lain pindah ke daerah yang mengharuskan status misi tersebut berubah menjadi sebuah Paroki penuh. Pada tahun 1935, sebuah gereja St. Antonius yang baru dibangun di Jl Hayam Wuruk.
Selama Perang Dunia II, ketika para imam dan suster Belanda dipenjara, masyarakat Tamillah yang menangani Paroki. Segera setelah perang, Pastor Van Loon, yang kemudian disebut rasul komunitas Tamil, harus kembali ke Belanda dikarenakan kesehatannya yang buruk, dan meninggal pada tanggal 10 Februari 1947. Pastor Timmermans mengambil alih pelayanan tersebut.
Pada tahun 1952, Vikariat Apostolik Medan dibagi menjadi Medan dan Padang. Vikariat Apostolik Padang dilayani oleh imam Xaverian dari Parma, Italia. Sementara itu, Vikariat Apostolik Medan dilayani oleh imam kapusin dari Belanda, yang kemudian didukung oleh imam kapusin dari Jerman. Imam-imam Jerman ini diundang oleh Monsignor Brans. Dia kemudian berangkat ke Belanda pada tahun 1955. Monsignor Ferrerius van den Hurk, OFMCap menggantikannya.
Runtuhnya Komunitas Katolik Tamil
Dengan tidak adanya Pastor Van Loon dan peningkatan sifat multi-etnis Paroki Hayam Wuruk, komunitas Katolik Tamil merasa ditinggalkan dan mereka mulai menarik diri dari arus utama kehidupan paroki. Tidak berpendidikan, mereka hanya bisa melakukan pekerjaan serampangan, jika tersedia.
Kurangnya kepemimpinan di antara mereka, prevalensi kemiskinan, buta huruf dan pengangguran mengubah Kampung Kristen menjadi sebuah ghetto di mana kemiskinan, alkoholisme dan kejahatan berkembang pesat. Masyarakat telah kehilangan arah dan 50 keluarga yang tinggal di sana dipenuhi rasa takut, marah dan putus asa. Mereka tidak bersosialisasi dengan komunitas lain dan terbatas pada diri mereka sendiri. Pendidikan dan relokasi adalah jawaban atas kesengsaraan mereka.
Misi Pastor James
Sebagai seorang mahasiswa Jesuit India Tamil, Pastor James secara sukarela pergi dan melakukan pekerjaan misi di Malaysia setelah studi filsafatnyanya di India dan menjalankan tahun Pastoral di Kuala Lumpur dari tahun 1966-1967. Namun karena undang-undang imigrasi yang baru beliau tidak bisa tinggal lama di Malaysia dan pimpinannya mengirimnya ke Indonesia untuk melakukan studi teologisnya dengan harapan bisa kembali ke Malaysia setelah pentabhisannya. Sayangnya beliau tidak bisa kembali ke sana dan sebaliknya Tuhan memilih Indonesia sebagai tanah misinya.
Pastor James mendarat di Indonesia pada bulan Mei 1967 dan langsung mulai belajar Bahasa Indonesia untuk persiapan studi teologi di Seminari Tinggi St. Paul di Yogyakarta. Selama masa itu beliau membaca tentang Keuskupan Agung Medan dan berkosentrasi pada para imigran India yang berada disana.
Maka dengan izin pimpinannya beliau mengunjungi Medan pada bulan Desember 1968 dan disambut hangat oleh Mgr. Van Den Hurk OFM Cap, Uskup Agung Medan. Beliau diizinkan untuk tinggal di pastoran Paroki Hayam Wuruk selama tiga minggu didampingi oleh dua Pastor Kapusin, Pastor Timmermans dan Pastor Maximus Brans.
Segera setelah pentahbisannya pada tanggal 27 Desember 1970, Uskup Agung Medan, Mgr. Van Den Hurk, menghubungi pimpinan Pastor James di Hong Kong dan mendapatkan izinnya sehingga Pastor James boleh melayani di keuskupannya, Jadi pada bulan Mei 1972 Pastor James datang ke Medan dan memulai kehidupan imamatnya sebagai asisten pastor di Paroki Hayam Wuruk didampingi Pastor Timmermans dan Pastor Brans, Pastor James diberi mandat khusus oleh Uskup Agung untuk melayani masyarakat India dalam tugas penggembalaannya. Beliau tinggal selama 12 tahun di Pastoran Katolik Medan untuk melakukan pelayanan pastoralnya dan itulah awal misinya yang memuncak di gedung Graha Maria Annai Velangkanni.
Setelah kematian Pastor Van Loon, orang India yang tinggal di Medan pada umumnya dan orang-orang Katolik di Kampung Kristen pada khususnya merasa seperti seekor domba tanpa gembala dan kedatangan Pastor James mengangkat harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik. Namun, Pastor James memperhatikan bahwa komunitas Katolik Tamil terbelakang dalam segala hal – ekonomi, pendidikan, keagamaan dan sosial – dibandingkan dengan orang India lainnya di Medan. Pastor James ingin membawa perubahan yang radikal di Kampung Kristen untuk memperbaiki situasi yang disebabkan oleh dua dekade kemiskinan, kesengsaraan dan kurangnya arahan.
Mengangkat Komunitas Katolik Tamil
Sebagai langkah awal, sebuah proyek untuk pendidikan anak-anak direncanakan karena hanya segelintir mereka yang telah menyelesaikan sekolah menengah pertama mereka. Karena pendidikan akan membantu membawa perubahan dalam mentalitas mereka, dan membuka masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dan memberi mereka harga diri, beliau membangun gedung dua lantai serbaguna di Jalan Mataram, Medan dengan nama Lembaga Pendidikan Sosial Karya Dharma pada Desember 1973, dengan restu Uskup Agung Medan dan dukungan serta kerja sama beberapa orang baik dan orang India di Medan.
Sekolah Karya Dharma telah melakukan pelayanan yang baik kepada ratusan anak-anak India dan menjadi Sekolah Dasar sekaligus sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya untuk masyarakat Kampung Kristen selama beberapa tahun. Banyak alumni Karya Dharma melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas dan bahkan Universitas, dan sekarang dipekerjakan dalam posisi yang baik di banyak tempat di negara ini.
Setelah lebih dari 25 tahun mengabdi, sekolah diberikan kepada manajemen Yayasan Don Bosco dan sekarang berfungsi dibawah nama Sekolah Dasar St. Thomas V / VI Jalan Mataram, Medan.
Relokasi Komunitas Katolik Tamil
Tantangan nyata berikutnya yang dihadapi Pastor James adalah untuk membersihkan situasi ghetto di Kampung Kristen dan untuk membawa komunitas Katolik Tamil yang terdiri dari sekitar 50 keluarga untuk meninggalkan Kampung Kristen sehingga mereka dapat menemukan pekerjaan yang sesuai di tempat lain untuk memperbaiki situasi sosial ekonomi mereka, meningkatkan taraf hidup mereka dan untuk berinteraksi dengan kelompok etnis lainnya. Dia memulai proyek tersebut pada tahun 1978 untuk merelokasi keluarga mereka.
Meski memiliki tantangan yang kuat dan bahkan banyak ancaman terhadap hidupnya, Pastor James bertekun dan perlahan tapi pasti membubarkan mereka Menjelang akhir dari semua ini, Pastor James membeli sebidang tanah di Tanjung Selamat untuk memindahkan beberapa keluarga sehingga mereka bisa terjun ke pertanian dan kegiatan terkait desa lainnya. . Namun Komunitas Tamil menolak untuk pindah kedaerah tersebut dan malah pindah kedaerah-daerah yang lain yang ada di Medan untuk mencari mata pencaharian mereka.
Orang Tamil meninggalkan Kampung Kristen dengan banyak kemarahan dan kebencian terhadap Pastor James dikarenakan relokasi telah membawa mereka keluar dari zona nyaman mereka. Melihat ke belakang hari ini, banyak yang mengucapkan terima kasih kepada Pastor James untuk pendidikan yang mereka terima di Karya Dharma dan kesempatan untuk bergaul dengan komunitas lain untuk menjalani kehidupan yang lebih mandiri.
Sepertinya Tuhan punya rencana lain untuk sebidang tanah di Tanjung Selamat. Di tanah lama Kampung Kristen sekarang berdiri Pusat Katolik Medan yang baru yang merupakan kebanggaan Komunitas Katolik Keuskupan Agung Medan.
Ide Membangun Sebuah Gereja Dilahirkan
Dengan bubarnya Komunitas Katolik Tamil, mereka sekarang merindukan kebersamaan dan persekutuan di antara mereka yang tidak ada sejak hari-hari mereka tinggal di Kampung Kristen.
Pada tahun 1991, mereka membentuk Komunitas Kristen Dasar (BEC) dengan nama ‘Keluarga Besar Umat Katolik Tamil di St. Boneventure’ dan mendekati Uskup Agung pada tahun 1998 untuk membangun aula komunitas bagi mereka untuk mempromosikan kegiatan pendidikan dan komunitas di antara mereka dikarenakan fasilitas di Karya Dharma sudah tidak tersedia lagi karena sekolah membutuhkan tempat itu.
Pastor James didekati untuk membangun aula komunitas di tanah yang telah beliau beli sebelumnya di Tanjung Selamat. Kemudian Pastor James menyadari bahwa aula komunitas tidak cukup, di sana juga dibutuhkan tempat pemujaan dan beliau kemudian menyarankan agar sebuah gereja dengan sebuah aula komunitas dibangun yang kemudian disetujui oleh Uskup Agung. Pastor James kemudian memikirkan dan merenungkan gagasan gereja yang didedikasikan untuk Annai Velangkanni dan aula komunitas untuk St. Anne, ibu Maria.
Mengapa Annai Velangkanni?
Komunitas Katolik Tamil di Medan memiliki pengabdian dan kehormatan yang mendalam untuk Bunda Maria yang terberkati dari Velangkanni, yang tempat pemujaannya terkenal di seluruh dunia bagi orang-orang dari semua ras dan kepercayaan atas bantuan dan perlindungannya yang menakjubkan. Terlepas dari kepercayaan agama mereka, orang Tamil berdatangan ke gereja-gereja yang dipersembahkan untuk Bunda Maria yang terberkati di setiap tempat, dan sebenarnya di antara orang-orang Tamil, gereja Katolik selalu dikenal sebagai ‘Matha Koil’ yang berarti gereja Bunda Maria.
Gagasan sebuah graha untuk menghormati Annai Velangkanni yang bisa dijadikan pusat ziarah bagi penduduk Keuskupan Agung Medan sangat didukung oleh Uskup Agung Medan Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara OFM Cap. Uskup Agung telah mengunjungi Kuil Annai Velangkanni di Tamilnadu, India dan terkesan dengan pengabdian umat dan kekuatan Bunda Maria di Gereja tersebut.
Graha Annai Velangkanni di India adalah pusat ziarah nasional yang dibangun sekitar 350 tahun yang lalu dan telah menarik jutaan orang setiap tahun dari setiap jalan kehidupan dan keagamaan. Hal ini sebagai bukti pengabdian yang nyata kepada Bunda Maria yang terberkati. Ibu surgawi melalui campur tangannya yang kuat masih melakukan mukjizat dengan menyembuhkan orang sakit, memberikan petisi kepada para pemujanya dan menjadikan anaknya Yesus dikenal dan dicintai oleh orang-orang sehingga menguatkan kepercayaan umat beriman, seperti di Lourdes di Perancis dan Fatima di Portugal.
Konstruksi dan Berkah
Graha Maria Annai Velangkanni dibangun di atas tanah di Tanjung Selamat dan pembangunannya memakan waktu sekitar 4 tahun dari tahun 2001 – 2005. Pastor James yang mendalangi pembangunan kuil tersebut bekerja dengan kesabaran, kerja keras dan keberanian untuk menyelesaikannya, dan menggunakan tangan amatir dan sepenuhnya mengandalkan dana dari para donatur
Graha Maria Annai Velangkanni secara resmi diresmikan pada tanggal 1 Oktober 2005 oleh Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara OFMCap, bersama dengan Uskup Agung Koadjutor Mgr. Anicetus Antonius Sinaga OFMCap dan lebih dari 3000 orang dari beberapa kelompok etnis menghadiri perayaan dan di antara mereka adalah 200 peziarah asing dari Malaysia, Singapura dan India.
Penghargaan Sejarah
Arsip Keuskupan:
- Gereja St Anthonius, Jl. Mojopahit No. 1, Petisah Hulu, Kota Medan, oleh Pastor James Bharataputra S.J (Imam Paroki dari tahun 1972 – 1983).
- Keuskupan Agung Medan, Jl. Imam Bonjol No.39, J A T I, Medan Maimun, Kota Medan oleh Uskup Agung Emeritus Alfred Gonti Pius Datubara, OFMCap (Uskup Agung Medan dari tahun 1976 – 2009).